Minggu, 12 Agustus 2012

Menggaungkan (Ahli) K3


Suatu kali penulis berkesempatan mengikuti Diklat Calon Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja (AK3) Umum Angkatan XXIII Tahun 2011 yang diselenggarakan atas kerjasama antara PPNS ITS Surabaya dengan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Diklat yang berlangsung hampir dua minggu tersebut tentunya mempunyai arti tersendiri bagi penulis mengingat kebutuhan ahli K3 begitu sangat diperlukan. Keberhasilan beberapa perusahaan di Kota Gresik (Surya, 6/6) dalam menekan angka kecelakaan kerja tersebut patut mendapat pujian karena dinilai mampu menjalankan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara baik. Memang benar demikian, persoalan yang mendasar untuk senantiasa dijadikan sebagai sorotan utama dalam dunia kerja salah satu diantaranya adalah bagaimana membumikan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja/Occupational Health and Safety) itu secara berkelanjutan.
Keberadaan istilah “K3” tidak selalu dimuarakan pada lingkungan pabrik, kawasan industri, area pelabuhan, dll. K3 saat ini sudah menjadi bagian yang teringtegral dengan sistem/manajemen perusahaan yang tidak hanya menomorsatukan produksi, namun bagaimana menempatkan tenaga kerja itu menjadi prioritas utama untuk diselamatkan dan disehatkan. Tenaga kerja secara langsung berhadapan dengan tempat kerja dimana disekelilingnya terdapat sumber-sumber bahaya, seperti: peralatan mesin, tabung/pipa gas, instalasi listrik, maupun bahan-bahan kimia yang mudah meledak. Kalau pun toh ada pertanyaan, semisal: Apakah selama ini kita sudah concern terhadap K3?